I Coffee You (Ada Cinta Dalam Segelas Kopi)

KATA PENGANTAR

 

One thousand miles journey starts from a single step.

 

            Sebuah ungkapan yang sudah amat sering kudengar, bahkan sejak saya masih duduk di salah satu sekolah menengah atas di kota Medan sana. Salah satu pepatah yang paling terkenal dari seorang filsuf Tiongkok Kuno bernama Lao Tzu. Pepatah kuno yang selalu up date bagiku, yang terus-menerus memotivasiku setiap kali memulai sesuatu yang baru. Semua hal pasti selalu dimulai dari satu langkah kecil.

           Perjalanan hidupku penuh dengan lika-liku, yang membuat aku terbuai dan tidak fokus dalam merencanakan masa depanku. Sejak aku menikah pada tahun 2011 yang lalu, sampai akhir tahun 2019, bisa dibilang aku belum menemukan jati diriku sebenarnya. Bagai air di daun talas, mudah terpengaruh oleh perasaan dan emosi. Tidak punya pendirian yang kuat, mudah terombang-ambing, mudah termakan bujuk rayu yang beriming-iming kesuksesan instan. Gonta-ganti pekerjaan yang disertai buruknya manajemen diri dan waktu, membuatku terlambat ‘panas’ dalam mengambil langkah merajut masa depanku.

           Puji syukur, tiga tahun belakangan ini aku bisa membenahi kehidupanku sedikit demi sedikit. Bersama seseorang spesial yang ditakdirkan oleh Yang Kuasa untuk menjadi teman hidupku, yang selalu menyokong saat aku merasa lelah dan patah semangat, satu-persatu masalah dalam kehidupanku bisa kami selesaikan.

           Perjalanan hidupku di dunia perkopian Sumatera Utara ini dimulai tahun 2019 yang lalu. Kebuntuan-kebuntuan yang kuhadapi dalam pekerjaanku sebagai karyawan di berbagai perusahaan memaksaku untuk mengambil keputusan dan langkah paling strategis sekaligus paling nekat untuk memperbaiki keadaan finansialku yang sangat buruk. Hutang dimana-mana menjadi motivasi terbesarku untuk segera mengambil langkah untuk menyelesaikannya.

           Kurang lebih di pertengahan tahun 2019, dengan pertimbangan dan bantuan beberapa keluarga, akhirnya kami memutuskan untuk memulai bisnis kedai kopi. Ini betul-betul dimulai dari ‘nol’ lho. Tanpa pengalaman sama sekali, dengan sedikit ‘bumbu’ kenekatan. Belajar menyeduh kopi dari ‘nol’ juga: mulai belajar membuat kopi dari ‘institut Youtube’, banyak bertanya kepada kawan-kawan yang sudah lebih dahulu memulai bisnis kopi, coba-coba trial and error, dll. Selama kurang lebih satu bulan belajar, akhirnya Juli 2019 kami memberanikan diri membuka kedai kopi sederhana dengan nama Kopi Bahagia. Mengoptimalkan sebuah rumah tua bergaya klasik, yang walau terletak tepat bersebelahan dengan pekuburan umum, akhirnya kami bisa ‘menyulap’ rumah itu menjadi sebuah kedai kopi berkonsep rustic dan minimalis, dan disambut baik oleh warga kota Pematang Siantar yang suka nongkrong dan ngopi sambil kombur-kombur.

           Semua kelihatan berjalan dengan baik sampai satu ketika, pandemi virus Corona (Covid-19) melanda Indonesia. Virus mematikan yang katanya berasal dari negeri Tirai Bambu itu menyebar ke seluruh dunia dengan sangat cepat. Sebegitu cepat penyebarannya, membuat pemerintah Indonesia, dari pusat sampai daerah-daerah, memberlakukan kebijakan pembatasan kegiatan sosial bermasyarakat. Pembatasan-pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah Kota Pematang Siantar benar-benar ‘merusak’ rencana kami. Penjualan menurun drastis, terjun bebas, terseok-seok. Kami berjualan dengan dibayang-bayangi oleh rasa takut: rasa takut terpapar virus, rasa takut terhadapa razia petugas dan rasa takut akan kehilangan pelanggan-pelanggan kami.

           Ibarat kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah terseok-seok karena pandemi yang melanda, kamipun harus memutuskan untuk meninggalkan kedai kopi yang sudah kami coba pelihara dan rawat selama kurang lebih setahun, karena permasalahan dengan sesama keluarga. Perbedaan pola pikir dan pendapat membuat kami dengan berat hati mengambil keputusan itu.

           Namun dengan pertolongan Yang Maha Kuasa dan dengan sokongan luarbiasa dari istriku tercinta, kami akhirnya bisa memulai lagi bisnis kedai kopi yang baru, murni milik kami sendiri, bernama Dear Kopi. dengan bantuan beberapa keluarga serta dukungan dari teman-teman terdekat, Dari sinilah babak baru kehidupan kami bermula. Dari sinilah cerita-cerita berwarna-warni dalam kehidupanku dimulai lagi. Kisah-kisah hidup kami, yang penuh warna, termasuk warna hitam dan abu-abu,, akan kukisahkan sebisanya melalui buku ini.

           Puji syukur dan sembah yang setinggi-tingginya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas jalinan perjalanan hidup yang diizinkan-Nya untuk kulalui. Terimakasih dan peluk cium sehangat-hangatnya kepada Sang Teman Hidup terbaikku, Ria Lestari Sidabutar yang selalu mendukungku dalam susah maupun senang, selalu siap menyokongku saat aku mulai lemah dan patah semangat, yang selalu punya solusi cemerlang saat semua kelihatan gelap. Terimakasih buat semua keluarga, baik yang mendukung maupun yang tidak mendukungku sama sekali. Mamak dan Bapakku yang selalu menguatkan. Kedua oarng tuaku ini benar-benar tahu kesulitan yang dialami oleh anaknya.  Saudara-saudariku Hotri Purba, David Purba dan Tony Purba yang juga tetap mendukung dan mendoakan. Ketiga anak-anakku Abram, Abner dan Albert yang selalu mengobarkan semangatku saat melihat senyuman di wajah mereka. Rekan pegiat Kopi Simalungun: Saabas Coffee, Kengenco Coffee, Fabo Sumbayak, dll. yang selalu memberi dukungan penuh untuk bangkit dari keterpurukan. Rekan-rekan terbaikku Siparjalang, Andik Siboro, Bona Manurung, Hugo Naibaho, Adie Damanik, Agun Manik, Prima Sinaga dan masih banyak lagi yang tidak bisa kusebutkan satu-persatu, doa terbaikku buat kalian semua. Semoga kalian senantiasa dalam lindungan Yang Kuasa.

           Terakhir, semoga buku yang kutulis dengan buru-buru ini bisa menginspirasi kalian. Atau setidaknya bisa menjadi bahan pelajaran buat kalian agar tidak mengalami apa yang kualami.

           Selamat membaca.

 

 

Pematang Siantar, November 2022

Roynaldo Purba


 

Text Box: FOTO/SKETSA
 

 

 

 

 

 

 

 


                                               

PROFIL PENULIS

Roynaldo Purba.

Lahir di desa Gotting Raya, Kecamatan Dolog Masagal, 7 Oktober 1983.

Anak pertama dari empat bersaudara. Menikah dengan Ria Lestari Sidabutar dan memiliki tiga orang anak bernama Abram Zoreyson Purba, Abner Ferguson Purba dan Albert Richardson Purba.

Roynaldo Purba pernah mengenyam pendidikan Sekolah Dasar di SDN 091338 Raya Huluan, pada tahun 1990-1996. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Pematang Raya, padat tahun 1996-1999. Pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 11 Medan, pada tahun 1999-2002.

Setelah itu, pada tahun 2006 berhasil menyelesaikan studi Strata-1 Pertanian dari Program studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


 

 

DAFTAR ISI

PROFIL PENULIS

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

INDEX

TESTIMONI

FOTO-FOTO


 

Text Box: Foto menyeduh
1

Sudah Jatuh

Tertimpa Tangga Pula.

 

 

           Perjalananku di dunia perkopian di Kota Pematang Siantar tercinta kumulai pada pertengahan tahun 2019. Bermodalkan kenekatan, bersama keluarga kami membangun sebuah kedai kopi bernuansa rustic dan klasik di bilangan Kampung Kristen, bernama Kopi Bahagia. Dengan sentuhan sederhana, kami mengubah suasana rumah yang sedikit kurang nyaman menjadi tempat yang nyaman buat dijadikan tempat nongkrong.

           Dengan modal seadanya kami membeli peralatan-peralatan seduh kopi yang sederhana. Belajar otodidak cara seduh kopi dari Youtube, belajar dan banyak bertanya kepada kerabat yang sudah terlebih dahulu memulai bisnis kopi di kota Pematang Siantar. Dengan dukungan kawan-kawan pegiat industri kreatif di kota ini, pelan namun pasti kedai kopi kami semakin dikenal di kalangan penyuka dan penikmat kopi.

           Semua pada awalnya kelihatan seperti sesuai dengan rencana, sampai suatu ketika di awal tahun 2020, pandemi Covid-19 melanda. Virus mematikan itu menyebar dengan sangat cepat. Banyaknya korban nyawa membuat wabah ini menjadi begitu menakutkan. Pembatasan-pembatasan kegiatan masyakat diberlakukan secara masif. Kegiatan ngumpul-ngumpul dibatasi atau bahkan sudah dilarang. Alhasil, kedai kopi kami yang sudah mulai berkembang akhirnya harus terseok-seok, bahkan berdarah-darah. Penjualan merosot tajam, semangat yang dulu menyala-nyala perlahan-lahan mulai meredup. Razia rutin dari satuan tugas cepat tanggap Covid-19 menjadi pemandangan lumrah. Sedikit berkerumun dibubarkan, membuat kegiatan nongkrong menjadi tidak nyaman. Pelan tapi pasti, kedai kopi kami yang sebelumnya ramai, menjadi sunyi. Tidak jauh beda dengan keadaan di sebelahnya. Sunyi dan gelap.

           Ditambah lagi, saat masih tertatih-tatih berdiri, permasalahan internal keluarga membuat keadaan semakin sulit. Perbedaan pendapat dan cara berpikir membuat kami harus membuat keputusan berat. Memutuskan untuk keluar dari kedai kopi yang sudah kami rintis dengan susah payah bukanlah hal yang mudah. Namun dengan alasan untuk kebaikan bersama, walaupun aku tidak tahu itu kebaikan yang bagaimana, aku dan istriku memutuskan untuk keluar dari sana. Sebuah keputusan yang benar-benar sangat sulit, ditengah himpitan perekonomian yang sedang melanda.

           Semua terasa gelap gulita. Dunia serasa terbalik. Kaki di kepala dan kepala di kaki. Ketakutan-ketakutan mulai lagi menghantui. Optimisme perlahan-lahan mulai memudar. Rasa kecewa betul-betul menguasai pikiran. Saldo buku tabungan yang kosong, tidak punya simpanan dan harus berhenti berbisnis, adalah kombinasi yang sangat menakutkan. Sementara tagihan-tagihan dan kebutuhan lainnya sudah menganga lebar.

           Kami berdua, aku dan istriku seperti kehilangan arah. Kebingungan dan hampir patah arang. Menangisi dan menyesali tidak ada gunanya. Semuanya sudah terjadi. Kami pergi keluar mengasingkan diri, mencoba mencari inspirasi dan jalan keluar. Aku dan istri membutuhkan beberapa hari untuk mengumpulkan keberanian dan tekad, agar bisa kembali merajut asa. Dukungan yang tiada henti dari beberapa keluarga dan teman-teman terdekat akhirnya membantu kami untuk bangkit dari keterpurukan. Bertemu lagi dengan teman-teman dengan berpura-pura kuat, dan akhirnya mereka pulalah yang membantu kami bangkit dan memiliki kekuatan lagi.

           Teman-teman terdekat kami tahu persis keadaan kami. Mereka tahu persis kejadian yang menimpa kami. Semua mereka menunjukkan simpati mereka dengan caranya masing-masing. Adi Damanik, Si Seniman Kayu, berjanji akan membantu kami untuk membuatkan bar. Andi Siboro dan Siparjalang, berjanji mendukung dari sisi promosi dan media sosial. Bona Manurung siap mendukung juga, bahkan teman kami yang satu ini siap juga mendukung dalam hal dana. Hugo Naibaho, teman kami yang tahu persis kejadian tidak enak di Kopi Bahagia beberapa minggu sebelumnya, juga siap mendukung. Kangenco Coffee, Saabas Coffee, Agun Manik dan Fabo Sumbayak, teman-teman kami dari komunitas pegiat Kopi Simalungun juga mendukung penuh supaya kami segera move on dan bersemangat lagi.  Semuanya itu membuat kami berdua menjadi lebih bersemangat untuk membangun lagi sebuah kedai kopi yang baru.

           Pada pertengahan tahun 2020, akhirnya kami membuka kedai kopi bernama Dear Kopi. Dear dalam Bahasa Simalungun berarti bagus dan baik. Sementara dalam Bahasa Inggris, Dear berarti tersayang, terkasih. Sesuai dengan namanya, ada banyak doa di Dear Kopi. Berharap di kemudian hari, kedai kopi ini menjadi tempat baik bagi semua orang, yang dipenuhi oleh cinta dan kasih sayang. Dengan modal seadanya, memanfaatkan sumberdaya seadanya, dengan dukungan moril dan materiil dari keluarga dan teman-teman terdekat membuat kami mampu membangun kedai kopi sederhana kami. Pelan-pelan kami menata kembali semangat kami untuk bangkit.

           Memiliki kedai kopi yang berada di pusat kota Pematang Siantar, menjadi salah satu keuntungan besar buat kami. Pelanggan bisa dengan mudah untuk datang dan nongkrong. Namun masalah pandemi Covid-19 masih merajalela saat itu. Di sela-sela pembatasan kegiatan bermasyarakat dalam skala besar, kami pelan-pelan menata kedai kopi kami. Bunyi sirene ambulan yang berlalu-lalang menjadi hal yang lumrah. Kerlap-kerlip lampu strobo mobil polisi menjadi pemandangan yang biasa. Berulang-ulang kami mendapat surat peringatan agar benar-benar mematuhi aturan yang dibuat oleh pemerintah. Semangat kami untuk bangkit dari keterpurukan benar-benar diuji oleh keadaan. Namun dengan doa dan dukungan dari orang terdekat kami, kami pun perlahan-lahan bisa bertahan dan bangkit dari keterpurukan. Sembari kami membatasi pelanggan yang berkunjung untuk nongkrong, kami berjibaku untuk merancang berbagai cara, supaya pelanggan lebih memilih untuk menikmati kopi kami dengan cara ’take away’ alih-alih ‘dine-in’. Meja yang seharusnya terisi oleh empat bangku, hanya dibolehkan terisi dua bangku. Satu ruangan yang biasanya berisi empat sampai lima meja, hanya dibolehkan terisi dua meja. Omsetpun menurun lebih dari setengah. Terjun bebas. Jalan-jalan arteri yang biasanya dilalui untuk akses ke Dear Kopi pun diblokir. Ampunlah pokoknya. Sedih, namun kami pantang menyerah.

           Harga bahan baku melambung tinggi. Selain itu, mendapatkannya juga susah. Benar-benar ujian yang berat bagi kami. Level-level pembatasan kegiatan bermasyarakat naik-turun sesukanya. Level III, Level IV, Level III, begitu seterusnya. Kesabaran dan kegigihan kami betul-betul diuji pada saat itu.

           Peralihan penjualan offline ke online benar-benar tantangan yang sulit. Namun, mau tidak mau kami harus menyesuaikan dengan keadaan. Promosi gila-gilaan, sampai hitungan profit yang benar-benar tipis. Semua kami lakukan agar bisa bertahan.

           Aturan-aturan ketat seperti pemakaian masker, penggunaan hand sanitizer, menjaga jarak interaksi, mencuci tangan pakai sabun, menghindari kerumunan menjadi istilah yang benar-benar memuakkan karena hampir setiap saat didengar dan diingatkan.

           Sampai suatu ketika, kemudian terdengar kabar bahwa vaksin untuk virus ini sudah ditemukan. Sebuah kabar yang benar-benar melegakan hati kami para pedagang kopi dan jasa tempat nongkrong. Walaupun belum tahu bagaimana bentuk dan proses vaksinasinya, namun kami benar-benar girang mendengar kabar ini. Dalam hati kami berdoa semoga dengan adanya vaksin ini, semua keadaan sulit itu bisa segera berlalu. Kami benar-benar merindukan suasana dua-tiga tahun sebelumnya. Dimana semua bisa nongkrong dengan bebas, tanpa dibatasi oleh aturan-aturan.

           Pelan-pelan semua mulai berubah. Kegiatan vaksinasi digenjot terus oleh pemerintah. Semua warga negara harus divaksin, dan semua biayanya ditanggung oleh negara.

           Lambat laun, virus Covid-19 sudah tidak lagi semenakutkan saat pertama kali datang ke Indonesia. Namun tidak berarti semua sudah kembali normal. Sampai saat ini, semua kegiatan tetap punya batasan. Semua harus tetap waspada dan berjaga-jaga. Tapi setidaknya, kita sudah mulai bisa menata kembali kedai kopi kita tanpa rasa takut yang berlebihan lagi.


 

Text Box: Foto Kopi
2

Kopi Simalungun

Yang Terlupakan

 

 

 

           Dengan tetap berfokus kepada konsep kedai kopi rumahan dan minimalis, kami tidak terlalu banyak ‘bermain’ dalam desain dan penataan kedai kopi kami. Seperti pada awalnya kami membuka kedai kopi pada tahun sebelumnya, kali ini kami tetap fokus mengandalkan kopi lokal yaitu Kopi Simalungun. Kopi Simalungun ini punya potensi besar, tapi sayangnya terabaikan selama ini. Kompleksitas dan keunikan citarasa kopi dari daerah ini sebenarnya tidak kalah dari daerah penghasil kopi terkenal lain seperti Gayo, Sidikalang, Mandailing dan Lintong. Hanya saja kurang diekspos dan dieksplorasi. Hal ini juga disebabkan oleh misinformasi dari beberapa pihak yang mencari keuntungannya sendiri.

           Nah, kefokusan kami dalam menggunakan biji kopi dari Simalungun, manjadi salah satu keunikan Dear Kopi yang tidak dimiliki oleh kedai-kedai kopi lain. Fokus kami untuk mengembangkan dan mengekspos Kopi Simalungun tetap kami jaga, yaitu dengan cara menggunakan bahan baku kopi asli dari daerah Simalungun. Kopi Arabika Dolog Masagal, Arabika dari Sidamanik ditambah kopi Robusta dari Pematang Raya sudah lebih dari cukup untuk bahan baku minuman kopi olahan kami. Dengan berfokus kepada kopi yang berasal dari Simalungun membuat kami menjadi lebih mudah dalam menjaga konsistensi rasa kopi kami.

           Dengan bahan baku kopi yang konsisten, membuat Dear Kopi tidak terlalu banyak menghabiskan waktu, materi dan tenaga untuk mengontrol bahan baku. Fokus utama kami kami alihkan untuk mengeksplor resep minuman baru yang disesuaikan dengan trend terkini, sembari tetap menjaga konsistensi seduhan manual (manual brew) kami.

           Jauh sebelum kami memulai bisnis kedai kopi kami, sebenarnya Kopi Simalungun sudah memiliki masalahnya tersendiri. Pola pikir petani yang menganggap kopi bukanlah komoditi pertanian yang  potensial membuat kopi bukanlah primadona di kalangan petani. Memang hampir semua petani di dataran tinggi Simalungun memiliki kebun kopi, tapi belum dimanfaatkan secara optimal. Informasi miring tentang kopi, yang dihembuskan oleh pihak-pihak tertentu untuk keuntungan pribadinya, membuat kopi dihargai dengan sangat murah. Petani menanam kopi sekedar pelengkap. Sehingga, walaupun hasilnya tetap dipanen, perawatannya sangat minim. Sistem pengendalian hama dan penyakit, penanganan panen dan pasca panennya pun masih sangat jauh dari yang semestinya.

           Untungnya sistem informasi dan kemajuan teknologi belakangan ini membuat informasi menjadi lebih mudah didapatkan. Perlahan-lahan pola pikir petani pun bisa berubah. Hal ini berpengaruh besar terhadap kenaikan harga kopi. Pelan-pelan kopi menjadi salah satu komoditi pertanian yang diandalkan. Penyampaian informasi yang masif melalui internet, penyuluh pertanian swasta maupun dari pemerintahan, komunitas pegiat kopi, membuat kopi menjadi semakin menarik, yang bisa diandalkan untuk meningkatkan taraf hidup keluarga juga.

           Kopi yang terawat dengan baik, akan menghasilkan panen yang baik pula. Dengan perawatan yang tidak terlalu rumit, sebenarnya kopi merupakan komoditas pertanian yang dapat diandalkan untuk meningkatkan taraf hidup petani. Kopi yang dirawat dengan baik bisa menghasilkan panen yang konsisten, setiap minggu. Dengan demikian, sebenarnya kopi sangat bisa diandalkan untuk menopang perekonomian keluarga. Hal inilah yang selalu kita tekankan kepada para petani kopi yang menjadi mitra kita.


 

Text Box: Foto alat seduh kopi
3

Pola Pikir

Yang Diubahkan

 

        Kedai Dear Kopi yang awalnya dibangun dengan konsep yang sederhana lama-kelamaan tidak cukup. Kedai kopi ini juga harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang bergerak demikian  cepat.

           Pertumbuhan kedai-kedai kopi di kota Pematang Siantar belakangan ini bisa dibilang gila. Setiap bulan setidaknya muncul 2-3 kedai kopi baru, dengan segala konsepnya masing-masing. Semakin ketatnya kompetisi membuat kami harus ikut berbenah juga.

           Ditengah-tengah ketatnya kompetisi, belum lagi masalah Covid-19 yang belum usai, kami memang dituntut untuk terus berbenah. Mengikuti kegiatan-kegiatan pelatihan baik online dan offline, event-event, terus update terhadap info-info tentang kedai kopi dari internet dan media sosial adalah beberapa hal yang kami lakukan untuk meningkatkan kapasitas diri.

           Awal tahun 2021, kami mencoba mengikuti audisi Wirausaha Unggulan Bank Indonesia Batch I. Sebuah kebanggaan pada saat itu, Dear Kopi masuk ke dalam nominasi wirausaha yang diproses sampai tahap wawancara. Walaupun saat itu Dear Kopi gagal masuk ke tahap selanjutnya. Kami harus mengakui banyak kekurangan kami pada saat itu, terutama rasa jumawa dan kepercayaan diri yang berlebihan.

           Sampai pada kesempatan kedua, awal tahun 2022, Dear Kopi diundang untuk mengikuti audisi Wirausaha Unggulan Bank Indonesia Batch II. Puji Tuhan, kami lolos sampai ke tahap selanjutnya. Menjadi Wirausaha Unggulan Bank Indonesia jelas sebuah pencapaian tersendiri, walaupun seiring berjalannya waktu, hal itu bukanlah hal yang mudah untuk dijalani. Bentukan-bentukan, pelatihan dan konsep-konsep yang ditanamkan oleh para pelatih dari Imuts Pelatih Indonesia jelas mengubah pola pikir kami selama ini.

           Mengikuti bootcamp selama empat hari di Hotel Niagara Parapat menjadi salah satu titik balik kami dalam memanajemen usaha kami. Bootcamp selama empat hari di salah satu hotel berbintang di Parapat jelas bukan merupakan liburan. Berbagai macam pelatihan harus dilalui. Jadwal yang padat mau tidak mau harus dinikmati dan diikuti. Pembekalan-pembekalan yang dulunya terakhir kali kami dapatkan saat masih menjadi karyawan perusahaan, bertahun-tahun yang lalu, terasa cukup berat. Tubuh juga tidak muda lagi. Proses belajar padat dan terjadwal dengan ketat menjadi tantangan yang cukup berat untuk dijalani. Namun berkat motivasi dan dorongan dari orang-orang terdekat, disamping juga semangat dari teman bahkan keluarga baru di WUBI Batch II, semua bisa dinikmati dan terasa lebih ringan. Setiap hari semua peserta dicekoki ilmu-ilmu tentang manajemen, teknologi terkini bahkan pembinaan mental spiritual. Selalu diingatkan akan pentingnya kerja cerdas bukan kerja keras. Memperbaiki manajemen waktu, mengubah karakter dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang bisa berdampak tidak baik terhadap pertumbuhan bisnis yang dijalani.

 

 

Text Box: FOTO DANAU TOBA
 

 

 

 

 


           Saking padatnya kegiatan dan pelatihan, keindahan Danau Toba pun tidak mampu mengalihkan perhatian kami. Kami semua sedang on fire saat itu, atau setidaknya berpura-pura on fire. Kolam renang cantik di hadapan kami saat itu, kami cuekin. Sunset yang indah di senja hari juga kami abaikan.

           Coach Marioto Asto, Coach Ade dan Coach Wahyu Blahe bergantian mencekoki kami dengan ilmunya masing-masing. Kami diingatkan kembali akan pentingnya pola pikir yang benar dalam menjalankan bisnis. Dari pagi hingga malam hari di-press terus, sampai kadang tidak terasa waktu udah larut malam. Tugas-tugas menumpuk, yang kalau tidak ditunaikan akan berdampak kepada semua teman-teman WUBI lainnya, bahkan kepada para pelatihnya juga. Hal ini tentu saja tidak mengenakkan, hingga akhirnya mau tidak mau kita harus menunaikan tugas kita. Rasa kantuk, rasa malas, kebiasaan menunda-nunda perlahan-lahan bisa terkalahkan.

 

4

Pekerjaan Rumah

 

           Kami menyebutnya Home Fun/Hotel Fun.

           Momok. Satu kata yang pantas untuk mewakili ‘pekerjaan rumah’ ini. Ditengah-tengah kepadatan materi dan beban pikiran akan bisnis yang ditinggalkan sementara, kami harus menyempatkan diri untuk menyelesaikan ‘pekerjaan rumah’ yang cukup merepotkan. Jujur saja, kadang kami harus menyelesaikannya asal-asalan. Seringkali karena rasa lelah yang mendera, kami jadi lalai mengerjakannya. Akhirnya satu malam terlewati tanpa mengerjakan tugas. Konsekuensinya, pagi harinya kami harus kerepotan menyelesaikannya. Tahulah artinya kan? Sistem kebut satu malam, atau yang dikenal dengan sebutan SKS, peninggalan zaman kuliah dahulu, itulah yang diaplikasikan. Tugas-tugas dikerjakan seadanya. Tapi memang setidaknya, rasa bersalah yang dibumbui oleh rasa takut akan ‘hukuman’, membuat kami menjadi lebih bertanggungjawab. Mau tidak mau, tugas-tugas harus segera selesai sebelum Lagu “Tendangan dari Langit’ selesai diputar.

Pasti kita terbang tinggi bila terus berlari

Teruskanlah tanpa henti

Kau angkatlah tangan tinggi genggamlah terus jemari

Tuk gapai sebuah mimpi

Kita terbang tinggi bila terus berlari

Teruskanlah tanpa henti

Pastikan terus kau yakini

Tendangan dari langit ini bawamu meraih mimpi.

(Tendangan dari Langit, Kotak).

           Kamu harus duduk di tempatmu, lengkap bersama teman sekelompokmu, sebelum lagunya selesai. Kalau tidak, tahu sendiri akibatnya.

 

5

Dreamboard

 

 

Text Box: DREAMBOARD
           Nah, ini merupakan salah satu tugas yang cukup menarik. Semua anggota WUBI Batch II harus menggambarkan impian mereka di selembar kertas karton besar, dengan gambar-gambar dari majalah bekas, harus menggambarkan impian mereka disana. Dari mimpi sederhana sampai mimpi terbesarpun dituangkan disana, dengan caranya masing-masing.

 

 

 

Di dalam papan impian yang kugambarkan pada saat itu, hal yang paling utama, yang kujadikan sebagai pusat dari semua impianku adalah keluarga yang bahagia. Hal pertama yang akan kulakukan untuk mencapainya adalah memiliki kedai kopi besar, tetap dengan konsep sederhana, yang kubangun di atas lahan milikku sendiri. Setelah dihitung-hitung, ternyata biaya yang kami keluarkan untuk menyewa gedung itu cukup besar. Kedai kopiku akan kubangun disamping rumah kediaman kami. Supaya kami bisa dengan mudah mengontrol keamanan kedai kopi kami.. Hatiku sangat tenang memikirkannya.

Untuk mendukung usaha kami, aku akan memperluas kebun kopi dan alpukat kami di kampung. Tentunya dengan sistem manajemen yang baik. Punya tabungan deposito, punya mobil idaman Toyota Hiace Premio di tahun 2026, punya sepeda gunung untuk mendukung kegiatan berolahragaku.

Yang paling terakhir, aku dan istriku punya mimpi untuk traveling keliling Indonesia dan juga ke belahan dunia lainnnya.

Semoga saja semua hal yang kutuliskan di Papan Impian ku itu bisa terlaksana. Amin.


 

6

Dimana Ada Kemauan Disitu Ada Jalan

 

Yang paling susah dilupakan ketika kami mengikuti kegiatan bootcamp di Parapat adalah saat kami diembankan tugas untuk ‘berburu’ dengan caranya masing-masing ke kota Parapat. Tidak boleh membawa apapun, termasuk uang, perhiasan, telepon seluler bahkan makanan dan minuman. Tapi kami harus pulang pada waktu yang ditentukan dengan membawa ‘hasil buruannya’ masing-masing. Tugas ini dikerjakan secara berkelompok. Aku yang ditugasi sebagai ketua kelompok yang kami beri nama Kelompok Semangat memimpin kelompokku untuk mencari peruntungan di Pasar Tradisional Tigaraja. Ada yang jualan ikan, jualan lappet, ada yang duduk-duduk memandangi Danau Toba dengan tatapan kosong, ada yang menjadi kuli angkut.

Entah apa yang sebenarnya dialami oleh rekan-rekanku yang lain, aku tidak tahu. Yang aku tahu persis adalah, saat itu aku merasa rendah serendah-rendahnya. Menjadi orang yang tidak punya apa-apa, yang bergantung kepada belas kasihan orang lain.

Baru sebentar berjalan di bawah terik matahari di jalanan yang panas, rasa haus mulai menerpa, rasa lapar pelan-pelan mulai menyeruak. Sampai beberapa saat aku berada pada posisi yang kebingungan, sambil mencoba terus berpikir apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan uang, setidaknya untuk mengobati rasa haus dan laparku. Sesekali aku melemparkan pandanganku ke birunya Danau Toba. Sembari memikirkan tentang kenyataan hidup yang selama ini kujalani. Sesekali aku menyapa orang-orang disekitarku, sekedar bertanya kabar, sekedar berbasa-basi. Beberapa pedagang asongan bercerita tentang sulitnya kehidupan yang mereka alami pasca pandemi Covid-19. Menyadari itu, aku kembali menaikkan syukur kepada Yang Kuasa, karena ada banyak berkat yang kami terima selama ini. Sangat jauh berbeda dengan apa yang mereka alami.

Kulangkahkan kakiku ke sudut lain dari Pelabuhan Tiga Raja, tidak sengaja aku melihat kawan-kawan dari kelompok WUBI lain mendapatkan pekerjaan dadakan menjadi cleaning service di sebuah penginapan. Mereka memegang kain lap kotor, kain pel, sapu, membersihkan setiap sudut penginapan itu. Dari jauh aku berteriak: “Hei, semangat ya”. Teriakan yang sepantasnya kutujukan untuk diriku sendiri. Karena aku membutuhkan hal itu di siang yang panas terik saat itu.

Aku berjalan lagi menuju pelabuhan. Kulihat beberapa teman dari kelompok lain menjajakan ikan, buah, sayuran, dll. Aku melihat wajah mereka lelah dan tubuh penuh keringat. Semua berjuang. Ketika kutanyakan, ada hasil atau tidak, dengan wajah yang sedikit lesu mereka menjawab kalau mereka belum mendapatkan apa-apa. Terlintas di pikiran, ternyata hidup ini memang tidak gampang. Aku semakin menyadari kalau ternyata aku kurang banyak bersyukur selama ini.

Beberapa saat kemudian, mataku tertuju kepada seorang ibu tua yang duduk di tepi jalan, sedang berjualan lappet. Lappet adalah makanan khas Batak, terbuat dari tepung beras yang dibungkus dengan daun pisang. Kulihat dagangannya lumayan laris. Banyak orang datang membeli dagangannya, bahkan sampai berkerumun. Criiinngg… Tiba-tiba muncul bola lampu bercahaya di kepalaku. Seketika aku melihat sebuah peluang. Kudekati dan kuajak ngobrol, kuceritakan semua  kondisiku. Aku menyampaikan kepadanya kalau aku sedang membutuhkan uang untuk beli minuman. Ada ekspresi tidak percaya di raut wajahnya ketika dia memandangi aku dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Upppsss, aku salah pake kostum, batinku. Tak lama kemudian dia menjawab kalau dia juga tidak punya cukup uang untuk dibagikan kepadaku. Setelah kujelaskan niatku, akhirnya dia setuju kubantu menjajakan dagangannya.

Skenarionya begini. Harga normal makanannya Rp. 1.000 per buah. Biasanya Inang ini menjual Rp. 10.000 perbungkus isi 10 buah. Nah, kubilang ke si Inangnya, aku akan jual dengan harga Rp. 10.000 per bungkusnya, tapi isinya hanya 7 buah.

Saat itu aku berhasil menjual 11 bungkus, yang artinya aku mendapatkan uang sebanyak Rp. 110.000. Aku membayarkan semua uang itu ke si Inang penjual lappetnya, dan aku dapatkan 33 buah lappet sebagai kompensasi atas usahaku. Nah, ke 33 buah lappet ini kubagi menjadi 4 bungkus masing-masing berisi 7 buah. Keempat bungkus lappet kompensasi ini kujajakan ke orang yang berlalu-lalang dan habis. Ahhh, aku mendapatkan uang Rp. 40.000, dan masih bisa mengganjal perutku yang sudah mulai keroncongan dengan sisa 5 buah lappet tadi. Puji Tuhan….

Akhirnya aku bisa mendapatkan sedikit uang untuk beli sebotol air mineral. Aku jualan lagi dan berhasil menambah uangku. Akhirnya kamipun pulang ke hotel sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Uang yang kami kumpulkan cukup untuk membeli makan siang sederhana, ongkos bis dari pelabuhan Tigaraja ke hotel tempat kami menginap.

Pelajaran yang sangat berharga buatku. Bagaimana aku harus tetap rendah hati, tetap gigih berjuang walaupun seolah-olah tidak ada lagi jalan, bagaimana bekerjasama dengan baik, bagaimana cara berkomunikasi yang baik, kreatif dan pintar melihat peluang, dll.


 

7

Anda di Masa Depan

Tergantung dengan Siapa Anda Berteman

 

         Dalam masa-masa mengikuti bootcamp dan pendampingan WUBI Batch II ini, saya bertemu dengan berbagai macam tipe orang. Bagi saya, semua tempat adalah sekolah dan semua orang adalah guru.

Saya akan menceritakan beberapa orang diantaranya.

Coach Marioto Asto

         Si paling unik. Coach yang satu ini benar-benar unik. Dengan gayanya yang agak lucu dan kadang-kadang sedikit garing, beliau bisa menyampaikan ilmu-ilmu spiritual dan psikologis kepada kami. Tapi walaupun agak-agak lucu, beliau adalah seorang yang berwibawa. Selingan tawa dan canda tidak mengurangi esensi materi yang disampaikannya. Satu hal yang paling saya ingat dari beliau ini adalah saat dia memutuskan untuk ‘menghantui’-ku setiap pagi. Menghantuiku agar bangun lebih cepat setiap hari. Bangun pagi adalah salah satu hal yang paling sulit kulakukan selama ini. Dengan sukarela, Coach Marioto Asto bersedia membantuku untuk mengatasi masalah yang satu ini. Hasilnya, walaupun sesekali masih berkompromi dengan waktu, aku berhasil mengalahkan rasa ngantuk dan rasa malasku.

         Dengan coach yang satu ini, mental dan spiritual kami betul-betul dibangun.

Coach Wahyu Blahe

Si paling ahli teknologi. Beliau melek teknologi banget. Pemanfaatan teknologi informasi, pemanfaatan handphone dan laptop, pengoptimalan media sosial dalam berbisnis, pembuatan website, dll., merupakan keahlian coach yang satu ini.

Karena beliaulah kami menjadi rajin meng-update media sosial kami. Beliau pulalah yang selalu mengingatkan agar kami rajin memanfaatkan teknologi yang sebenarnya sudah ada di depan mata kami sendiri. Coach kami yang agak cool ini, memiliki caranya sendiri dalam menyampaikan materinya. Beliau pintar dan sabar menyampaikan materi tentang teknologi, dimana peserta pelatihan itu diisi oleh wirausahawan dari berbagai usia, anak muda sampai orang yang sudah tua ada disana.

Coach Ade

Si paling keibuan. Sebagi satu-satunya perempuan, coach Ade memiliki kemampuan bagus di bidang manajemen. Berpengalaman bekerja di dunia perbankan professional, dan juga memiliki bisnis dengan jaringan yang cukup luas, beliau memiliki keahlian dibidang manajemen keuangan. Manajemen keuangan dan pelaporan keuangan adalah hal yang juga sering dianggap remeh. Pelaporan keuangan, laba-rugi usaha, stock opname, marketing calendar dan sales activity, berulang-ulang disampaikan kepada kami. Pada akhirnya, semua hal-hal yang berkaitan dengan manajemen, baik manajemen diri, waktu dan keuangan selama Pendampingan WUBI Batch II tidak pernah luput dari perhatiannya.

Mas Pras

Si paling jago pantun. Dikit-dikit pantun, pantunnya gak boleh dikit-dikit. Semua masalah bisa beliau selesaikan dengan pantun. Kalau gak berpantun, ya senyum. Begitu seterusnya.

Bapak yang satu ini adalah sang mediator. Segala tetek-bengek informasi tentang pendampingan WUBI Batch II ini adalah melalui beliau. Humble dan bersahaja, ramah dan bersahabat. Oh iya, si paling jago nge-MC juga.

Pak Kunang

Si paling kebapakan. Beliau orangnya tenang dan bersahaja. Jujur saya tidak banyak tahu tentang beliau, tapi yang jelas saya merasa tenang saat berbicara dengannnya. Solutif sih orangnya dan to the point juga. Jarang bercanda.

 

Pak Teuku Munandar

Si paling smart. Bapak ini adalah direktur Bank Indonesia Pematang Siantar. Caranya berbicara, tertata banget, rapih. Kelihatan pintarnya beliau, dalam hal berbicara dan berpenampilan.

Putra ‘Mak Bilah’

Si paling gecor. Sama beliau ini tidak ada istilah diam. Semua hal bisa dibuatnya menjadi candaan. Pokoknya kalau Putra ‘Mak Bilah’ tidak ada, bisa dipastikan kumpulan tidak akan ramai. Punya selera humor dan rasa percaya diri yang tinggi. Kalau mood mu lagi down, ngobrol aja sama beliau ini.

Bu Nuridah ‘Tinuktuk Boru Damanik’

Si paling cerewet. Sudah lanjut usia, pensiunan pegawai negeri sipil, namun semangatnya jangan ditanya. Usia seperti tidak berpengaruh apa-apa kepadanya. Saat membuat tugas, selalu punya cara untuk mengerjakannya. Pasti beliau akan segera mencari teman berkoalisi mengerjakan tugas. Cerewet, tapi hatinya baik.

Wahyu “Shanaya Tea’

Si paling teh. Tahu banyak tentang teh. Sampai-sampai beliau bisa menemukan teh yang beraneka rasa dan aroma. Paling getol dalam mempromosikan produknya. Pokoknya, dimana ada teh, disitu ada Shanaya Tea.

Chandra Kirana ‘Chankir Labura’

Si paling ganteng. Keterbatasan yang ada pada dirinya tidak dia jadikan sebagai halangan untuk berkarya. Memiliki daya juang yang sangat tinggi. Panutanlah pokoknya. Jarak yang  jauh dari tempat kelahirannya tidak menjadi halangan untuk mengikuti kegiatan pelatihan dan pendampingan WUBI ini. Kalau ketemu si abang ganteng ini, siap-siap ditawari sirup buah asli andalan mereka: Chankir Labura.


8

Seperti Katak Dibawah Tempurung

 

Hidup itu seperti bersepeda. Kalau kamu ingin menjaga keseimbanganmu, kamu harus terus bergerak maju. – Albert Einstein

Kedai kopi kami yang selalu ramai membuat kami sedikit terbuai dan lalai. Banyaknya puja dan puji dari beberapa teman dan sahabat, membuat kami menjadi sedikit takabur dan lupa akan pentingnya selalu belajar. Keadaan yang nyaman membuat kami tidak mengeksplor segala kemungkinan untuk meningkatkan pendapatan kedai kopi kami. Kami terlalu cepat berpuas diri.

Kami seperti katak di bawah tempurung. Merasa diri kami sudah dalam kondisi terbaik. Sampai kami lupa belajar dan mengekplorasi semua kemungkinan untuk menjadi lebih baik. Sampai suatu ketika, beberapa orang pelanggan menyampaikan keluhan terhadap kopi dan makanan olahan kami. Sesuatu yang selama ini kami abaikan, karena terlalu percaya diri dengan kualitas bahan baku kopi kami, kamipun melupakan kewajiban kami sebagai tukang kopi. Melakukan pengamatan dan riset rutin terhadap kualitas bahan baku biji kopi. Satu-persatu pelanggan mulai komplain: ada yang mengatakan kopi kami berubah rasanya, ada yang bilang kopi kami terasa sedikit gosong, ada yang bilang kopinya seperti berbau tidak sedap, dan masih banyak lagi. Walaupun ada juga beberapa orang yang memang sengaja mencari-cari kesalahan. Namun pada akhirnya hal itu membuat kami kembali membumi.

Kami kembali ke kewajiban kami sebagai tukang kopi, untuk menjaga konsistensi dan kualitas biji kopi yang kami olah. Melakukan riset lagi terhadap resep minuman kopi kami. Wajib. Kami berusaha mengontrol penuh semua kegiatan operasional usaha kami. Beberapa minuman dan makanan andalan kami riset ulang. Sembari berusaha untuk mencari resep terbaik juga.

Beberapa hal lain yang juga luput dari perhatian kami adalah konsistensi supply bahan baku kopi dari kelompok tani mitra kami. Kondisi cuaca belakangan yang tidak menentu dan lebih banyak berhujan, membuat proses pengeringan kopi menjadi lebih lama. Konsekuensi paling berat adalah munculnya jamur pada biji kopi. Kadar air yang masih terlalu tinggi menyebabkan pertumbuhan jamur menjadi lebih cepat, disamping munculnya hama di gudang penyimpanan. Kedua hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap kualitas dan rasa kopi olahan kami. Akhirnya kamipun membuat alat penjemur biji kopi untuk mengatasinya. Kompleks memang, namun semua ini harus kami lakukan untuk menjaga konsistensi rasa kopi olahan kami.

Bentukan-bentukan yang kami dapatkan dari program Wirausaha Unggulan Bank Indonesia (WUBI) juga semakin membuat kami untuk selalu rendah hati dan terus belajar. Pendapatan bulanan yang kami pikir lumayan, ternyata seharusnya masih bisa kami optimalkan. Kami semakin menyadari kebodohan kami selama ini, menyia-nyiakan potensi penghasilan yang seharusnya bisa kami tingkatkan. Pelan-pelan kami mengikuti arahan dan pelatihan dari para coach Imuts Pelatih Indonesia.

Petuah yang paling saya ingat adalah petuah dari Coach Marioto Asto. ‘Tidak ada bisnis yang bermasalah, yang bermasalah adalah pemilik bisnis itu sendiri’.

Keras dan menohok memang. Setiap ada masalah, kami lebih sering menyalahkan keadaan, meyalahkan orang lain. Sedikit demi sedikit kami berdua mulai mengubah pola pikir kami selama ini. Apabila terjadi masalah, terlebih dahulu kami harus menenangkan diri kami sendiri, duduk menikmati segelas kopi, meresapi cinta di dalamnya, sembari meikirkan solusi apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah yang ada.

Semakin banyak mengulik informasi dari media sosial dan platform media informasi lainnya. Kami pun memperbaiki manajemen kedai kopi kami. Mulai dari menata ulang meja dan kursi, menambahi aksesoris dan hiasan yang relevan dengan konsep kedai kopi kami, perbaikan menu makanan dan minuman, dan masih banyak lagi.

Lebih mendayagunakan platform digital untuk mencari referensi. Google platform, Youtube, Facebook, Instagram, Tiktok, Google site, dan lainnya, kami gunakan untuk menambah informasi. Pada awalnya memang membingungkan. Bagaimana memanajemen semuanya agar lebih bermanfaat, bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebelum ‘dipaksakan’ oleh keadaan, pasca bootcamp dan pendampingan-pendampingan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Imuts Pelatih Indonesia, kami hanya berkutat di dua platform digital yaitu Facebook dan Instagram. Sebelum pada akhirnya kami diwajibkan untuk menggunakan hampir semua plaform media sosial yang ada.

Dampaknya?

Sangat luarbiasa. Dengan semakin banyaknya referensi, perbendaharaan ide kami semakin kaya dan imajinatif.

Dengan rendah hati, kami menjadi lebih sering keluar dan mengamati, belajar dari kedai-kedai kopi yang sedang hype dan populer, baik di Siantar maupun di kota-kota lainnya.

Kamipun berusaha sesering mungkin dalam melakukan transfer ilmu hospitality kepada karyawan kami. Pelan-pelan memperbaiki penampilan kami saat melayani tamu bahkan saat memasak makanan di dapur. Kami juga mengoptimalkan media sosial kami dalam meningkatkan atensi pelanggan kami. Pengelolaan media sosial yang selama ini kami lakukan sendiri, sudah mualai tidak optimal. Atensi pelanggan terhadap konten media sosial kami menurun drastis. Sampai pada akhirnya, kamipun memutuskan untuk menjalin kerjasama dengan pihak ketiga untuk mengelola akun media sosial kami. Segala sesuatu yang berkaitan dengan media sosial kami mulai kelihatan lebih baik, lebih tertata, lebih berisi dan lebih konsisten.

Percaya atau tidak, hal ini cukup berdampak signifikan terhadap peningkatan penjualan kami. Kamipun semakin menikmati pekerjaan kami. Kami merasa semakin bahagia melayani para tamu kami. Semakin terbuka akan kritik dan masukan.

Setiap hari kami bergerak dan belajar. Dari semua orang yang kami jumpai, kami anggap sebagai guru. Semua tempat yang kami lewati dan singgahi, kami anggap sebagai sekolah tempat kami belajar.


 

ANTARA KOPI DAN IMPIAN

Dimana Ada Kemauan Disitu Ada Jalan

 

Berbisnis kedai kopi adalah suatu hal yang betul-betul tidak pernah terlintas dalam benakku. Latar belakang pendididikanku memang pertanuian, dan aku juga anak seorang petani kopi. Namun menjadi serius dalam berjualan kopi tidak ada dalam rencanaku.

Namun Yang Kuasa berkata lain rupanya. Seperti ceritaku sebelumnya, keadaan memaksaku untuk mengambil langkah berbisnis kopi. Tidak dapat kupungkiri, keputusan ini kuambil karena mendengar masukan dari keluarga terdekatku.

Satu tahun pertama terasa begitu sulit. Dukungan keluarga berubah menjadi batu sandungan. Orang-orang yang selama ini mendukungku, ternyata tidak mendukungku sama sekali. Banyak hal yang tidak dibukakan dengan jelas, ketidakjujuran, intrik-intrik dan rencana-rencana yang tidak transparan. Keadaan yang sangat membuatku dan istriku menjadi tidak nyaman. Semangat yang sebelumnya berkobar, akhirnya pelan-pelan mulai surut. Semua sungguh berada diluar dugaan. Mengambil keputusan untuk meninggalkan bisnis yang dibangun dengan susah payah, ditambah keadaan global yang juga sedang berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja, betul-betul membuatku kehilangan semangat dan harapan.

Untungnya Tuhan masih sayang kepada kami sekeluarga. Banyak kawan-kawan yang bersimpati dengan keadaan kami. Mereka seolah berlomba memberi dukungan, baik moril dan materiil. Hal inilah yang membuat kami kembali bangkit dan bisa menata kembali kehidupan kami. Dukungan luar biasa dari kawan-kawanlah yang membuat kami memiliki lagi keberanian untuk membuka kedai kopi yang baru.

Teman-teman pegiat Kopi Simalungun dari organisasi Himpunan Masyarakat Kopi Arabika Sumatera Simalungun (HMKSS) membantu kami dalam belajar dan lebih mengeksplor lagi Kopi Simalungun. Kebun kopi kami yang  berada di kampung, selama ini tidak kami optimalkan. Dengan motivasi dari teman-teman pegiat kopi inilah akhirnya kami memutuskan untuk memiliki sistem manajemen perkebunan kopi yang baik. Mulai dari pengolahan tanah, pemilihan bibit baru, pemupukan dan pengendalian hama penyakit, penanganan panen dan pasca panen, pada akhirnya harus kami perhatikan dengan sebaik-baiknya. Akhirnya kami harus belajar lagi tentang budidaya kopi yang sebaiknya.

Pelatihan-pelatihan, baik yang online maupun offline, sebisanya kami ikuti. Semua kami lakukan untuk meningkatkan kapasitas diri kami. Yang terbaru, kami mengikuti training untuk menjadi ‘cupper tester’ di Kota Kembang, Bandung. Bersama dengan beberapa orang dari beberapa daerah di Indonesia, kami dibimbing untuk menjadi orang yang lebih sensitif dan peka terhadap kualitas dan rasa kopi.

Flashback ke sekitar tiga tahun yang lalu, awal Dear Kopi Siantar mulai buka, kami betul-betul ‘apa adanya’. Tanpa ada mimpi yang muluk-muluk. Hampir semua peralatan dan perlengkapan di kedai kopi kami adalah alat-alat sederhana. Meja seadanya, kursi plastik, gelas dan piring seadanya. Sampai mesin pembuat kopi kamipun termasuk sangat sederhana. Mesin espresso satu grup bermerek Milesto, dimana pada saat itu sudah cukup berkelas bagi kami, merupakan andalan kami dalam membuat kopi. Meja bar sederhana, penataan kedai kopi sederhana, sound system sederhana, dll. Semua begitu sederhana.

Text Box: Foto Awal Dear Kopi
 

 

 

 

 

 

 


Dengan semua peralatan sederhana itu, kami pun juga terbawa-bawa untuk berpikiran sederhana. Saat itu, kami masih berpikir kalau konsep terbaik sebuah kedai kopi adalah sederhana, karena yang paling penting adalah rasa dan kualitas minuman yang kita jual.

           Setahun berjalan, sekitar pertengahan tahun 2021, semua berubah. Pertumbuhan jumlah kedai kopi di Siantar, dengan konsep yang beraneka ragam dan mengikuti trend saat itu, benar-benar mempengaruhi animo masyarakat yang selama ini menjadi pelanggan utama kami. Kami seperti tertinggal dan kurang up to date. Akhirnya kami berdua, saya dan istri, memutuskan untuk meng-up grade beberapa peralatan di kedai kopi kami.

           Dengan modal yang kami coba kumpulkan selama kurang lebih setahun, kami mencoba membuat rencana untuk pengadaan dan pembaruan peralatan di Dear Kopi. Sebenarnya simpanan kami saat itu belumlah banyak, tapi kami sudah harus memulai beberapa perubahan di kedai kopi tercinta kami.

           Perubahan pertama adalah renovasi rumah tua kami. Atap yang sudah bocor disana-sini, cat yang sudah mulai kusam, harus segera diperbaiki. Kemudian, dengan sedikit kenekatan juga, kami meng-up grade mesin espresso kami. Dengan kondisi uang simpanan yang terbatas, kami membeli sebuah mesin pembuat kopi yang besar. Dua grup, bermerek Radiofonica Orchestrale. Berwarna putih, cukup menarik perhatian beberapa pelanggan saat itu.

Bangga. Percaya diri. Kami merasakan hal itu. Dengan memodifikasi meja bar kami agar sesuai dengan mesin yang baru, akhirnya kami pun bisa membuat kopi dengan lebih baik, lebih cepat dan lebih efisien.

Text Box: Foto Bar Terbaru
 


          

 

 

 

 

           Bagi kami ini merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa. Mesin pembuat kopi ini cukup bisa membuat penampilan kedai kopi kami semakin keren. Secara bertahap, satu-persatu, kami menambahi peralatyan-peralatan pendukung di kedai. Mesin giling kopi bermerek Simonelli, ketel listrik bermerek Brewista, perlengkapan sound system yang lebih mumpuni, meja dan kursi berbahan kayu meranti dan jati, penambahan kanopi, dan masih banyak hal lain lagi yang kami lakukan. Semua ini merupakan sebuah pencapaian yang benar-benar diluar ekspektasi kami.

           Tahun 2021 merupakan tahun yang cukup bersahabat buat perkembangan bisnis kami. Di saat virus Covid-19 masih menjadi wabah, dengan segala ketentuan dan pembatasan-pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah, kami masih bisa menyesuaikan diri dengan kondisi saat itu.

           Kemudian, awal tahun 2022, kami lulus untuk mengikuti program Wirausaha Unggulan Bank Mandiri Batch-II. Bersama sekitar 30 wirausahawan lain dari berbagai daerah di Sumatera Utara, kami mendapat kesempatan baik untuk meningkatkan kapabilitas dan kualitas diri kami. Pembekalan-pembekalan, training, pekerjaan rumah dan pendampingan I-VI oleh tim Imuts Pelatih Indonesia, benar-benar membuat kami berubah. Pola pikir dan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik sedikit demi sedikit mulai diubahkan.

           Selain itu, dengan mengikuti program WUBI ini, kami menemukan sebuah komunitas yang berisi orang-orang yang saling mendukung dan membangun. Menemukan sahabat dan keluarga baru, yang bisa saling belajar, saling memberi dukungan. Dari program ini pulalah, jiwa wirausaha kami semakin dibangunkan. Pola pikir wirausaha seadanya, seiring berjalannya waktu, mulai diubahkan menjadi pola pikir wirausahawan yang mandiri, kuat, terencana dan terukur serta visioner.

           Dalam program WUBI ini juga kita terus diingatkan tentang pentingnya mengelola media sosial dengan optimal. Perkembangan teknologi media sosial yang cukup pesat harus diimbangi dengan pengunaannya untuk peningkatan omset usaha. Meng-update media sosial setiap hari adalah kewajiban. Tentu saja bukan hanya untuk gaya-gayaan dan menunjukkan eksistensi, tapi lebih menitikberatkan kepada teknik marketing dan promosi usaha yang sedang kita kerjakan. Mau tidak mau, sebagai seorang wirausahawan, kita dipaksa untuk terus berpikir dan mencari solusi atas semua permasalahan. Tanpa kita sadari, kemampuan fotografi, foto dan video editing juga semakin berkembang.

Text Box: Sketsa editing foto dan video
          

 

 

 

 

Semakin berkembangnya usaha kedai kopi yang kita geluti, membuat saya dan istri terus berpikir untuk lebih mengembangkan sayap menjadi coffee roastery. Setelah memperhitungkan untung dan ruginya, akhirnya kamipun memutuskan untuk membeli sebuah mesin roasting kopi untuk mendukung usaha kami. Hal ini kami lakukan untuk mendukung komitmen kami dalam menjaga konsistensi rasa kopi yang kami olah. Setelah kami mencoba memperoleh biji kopi terbaik dari petani andalan kami, kamipun akhirnya harus mnyeriusi proses panen dan pengolahan pasca panen kopi. Pengadaaan mesin roasting kopi ini benar-benar sangat membantu kami dalam usaha menjaga kualitas biji kopi yang kami olah. Dengan adanya mesin ini, kami bisa terus menjaga kesegaran biji kopi, yaitu dengan me-roasting biji kopi sesuai dengan kebutuhan kedai kopi kami. Dengan biji kopi yang  fresh ini, kamipun akan semakin optimal dalam meracik minuman kami.

Text Box: Foto mesin roasting
 


Komentar